Padang, Maestro
Info—Kalaulah
Allah Al Mutakabbir (Yang Maha Megah, yang memiliki kebesaran) tak melarang
manusia bersujud pada manusia lainnya, mungkin kala itu Nurmalinda (56 tahun)
akan bersujud kepada suaminya dan bermohon agar berhenti main judi toto gelap
(togel).
Di sisi lain nasehatnya selaku istri tak
pernah didengarkan oleh sang suami Oyong Liza (57 tahun), karena ia merasa judi
togel telah memberi harapan padanya untuk bisa hidup kaya. Karenanya, “kepala“
Oyong Liza telah dipenuhi angan-angan dari hari ke hari, padahal dengan
pekerjaan sebagai buruh harian, ia tak punya uang banyak untuk ikut bermain
judi togel.
Namun karena kepalanya telah dipenuhi
angan-angan, uang untuk kebutuhan hidup sehari-hari pun akhirnya ia manfaatkan
untuk membeli togel, dengan satu harapan bisa menang. Namun, justru
pertengkaran dalam rumah tanggalah yang muncul.
Kendati begitu Nurmalinda tak pernah
putus asa, ia pun terus memanjatkan doa agar Allah Al Malik (Yang Maha Merajai)
menunjukan kuasanya dan memberi jalan keluar dari persoalan yang tengah dihadapinya.
Doa-doa Nurmalinda ternyata dijabah oleh Allah Al Muhaimin (Yang Maha Mengatur)
dan mengirimkan seorang pemimpin Kota Padang (walikota) yang peduli dengan
agama dan akhlak masyarakatnya.
Walikota Padang dimaksud adalah Dr H.
Fauzi Bahar, M.Si Datuk Nan Sati. Selama ia memimpin Kota Padang dua periode,
2004-2014, ia cukup populer dengan program-program keagamaannya, seperti mewajibkan
siswi muslim memakai jilbab, mewajibkan pelajar muslim hafal Asmaul Husna, kegiatan
pesantren Ramadhan, gerakan Subuh Mubarakah, perang dalam segala bentuk maksiat
dengan memberantas judi toto gelap dan lainnya.
Fakta membuktikan perjuangan Fauzi Bahar
dalam memberantas togel dan maksiat lainnya kala itu cukup berat, berbagai
tantangan dan ujian keimanan pun menyinggahinya. Dari informasi yang diperoleh
wartawan media ini, Fauzi Bahar pernah ditawari orang tertentu dan menyerahkan
cek agar Fauzi mengisi sendiri cek tersebut sesuai yang dinginya, asalkan judi
togel tidak diberantas.
Tapi, anjing mengonggong kafilah tetap
berlalu, judi togel yang marak kala itu di Kota Padang pun hilang.
Lakek
tangan
Fauzi Bahar selaku pemimpin ini kembali begitu dirindukan Nurmalinda. Wanita
paruh baya yang bekerja sebagai buruh cucian ini berharap agar Fauzi Bahar mau
meluangkan waktunya untuk membenahi Sumatera Barat (Sumbar), dengan maju
sebagai calon gubernur.
Kendati ia hanya seorang buruh cuci,
namun Nurmalinda mengakui ia banyak mendengar dari orang-orang bahwa akhlak
generasi Sumbar saat itu sangat memprihatinkan, seperti banyak yang menyukai
sejenis atau lazim disebut kaum LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender).
Tak hanya itu, kata Nurmalinda, menurut orang-orang, narkotika juga marak di
Sumbar.
“Awak baharok bana pak Fauzi Bahar
manjadi Gubernur Sumbar (saya berharap benar pak Fauzi Bahar menjadi Gubernur
Sumbar),” kata Nurmalinda pada wartawan ini, Selasa 9 Juli 2024.
Harapan yang sama juga disampaikan
Desniwati (58 tahun) seorang pemilik warung kopi di kawasan GOR H. Agus Salim
Padang dan seorang pedagang tisu keliling bernama Nurbaya yang akrab disapa Tek
Baya (63 tahun).
Baik Desniwati maupun Tek Baya sama-sama
mengungkapkan keinginannya agar Fauzi Bahar menjadi Gubernur Sumbar dan lebih mengedepankan program-program keagamaan bagi masyarakat Sumbar.
Apa yang diharapkan oleh Desniwati dan
Tek Baya terhadap sosok yang akan memimpin Sumbar tersebut, menurut Ustad Khairuddin
sangat tepat. Karena kata dia, kompetensi dalam memimpin sangatlah penting.
Pasalnya seorang pemimpin akan mengarahkan masyarakat yang dipimpinnya melalui
kebijakan-kebijakan yang dibuatnya.
“Oleh sebab itu, nasib baik masyarakat pun tergantung pada kompetensi yang baik pada seorang pemimpin, khususnya dalam menggunakan kesewenangannya. Berkaitan dengan kompetensi, sebagian kita mungkin tidak asing dengan sebuah hadits yang menceritakan tanda kiamat di antaranya adalah ketika amanah sudah disalahgunakan. Kemudian, bentuk penyalahgunaan amanah dalam hadits tersebut yaitu apabila suatu perkara atau jabatan diserahkan kepada yang bukan ahlinya. Arti hadits tersebut adalah: Apabila amanah sudah hilang, maka tunggulah terjadinya kiamat,” kata Ustad Khairuddin pada wartawan media ini.
Dikatakan Ustad Khairuddin, secara gamblang makna hadits tersebut mempertegas bahwa ketika peran-peran penting di tengah
masyarakat diberikan pada sosok yang tidak memiliki kompetensi dan keahlian
dalam memimpin, mengelola dan mengurusi, maka kehancuran pun akan datang.
Menurut dia, apabila kita merujuk kepada
penjelasan hadits tersebut, kompetensi yang dimaksud adalah kompetensi dalam
bidang keagamaan. Keteguhan dalam memegang paham agama dan ketekunan dalam
menjalaninya menjadikan seseorang amanah dan tidak menyelewengkan sesuatu yang menjadi
tanggung jawabnya.
Sementara itu Fauzi Bahar yang dihubungi
melalui telpon selulernya, mengaku merasa tasintak
dari “diamnya” pasca tak lagi menjadi Walikota Padang.
“Alhamdulillah, saya merasa tasintak (terjaga) oleh harapan
masyarakat tersebut. Mari kita sama-sama berdoa pada Al-Mujib atau Zat yang
Maha Mengabulkan, karena hanya Allah lah yang merupakan zat yang mengabulkan
permohonan setiap hambanya,” jawab Fauzi Bahar. (Febriansyah Fahlevi)
0 Komentar